DISKUSI KELOMPOK TERPUMPUN (DKT)

PEMBINAAN EVALUATIF UNTUK STRATEGI PENGEMBANGAN SDM PENGAWAS PEMILU

Semarang, 15 September 2025 – Bawaslu RI menggelar forum pembinaan evaluatif di Semarang untuk memperkuat strategi pengembangan SDM pengawas pemilu. Forum ini menjadi refleksi pasca Pemilu 2024 sekaligus menyiapkan langkah menuju Pemilu 2029.

Sebagai Founder & Chairman KTalents Asia, Koeshartanto Koeswiranto menegaskan bahwa keberhasilan demokrasi tidak cukup diukur dari anggaran. Pemilu 2024 menelan biaya Rp 71,3 triliun, angka yang lebih kecil dibandingkan India yang mencapai Rp 136 triliun dan Amerika Serikat yang menembus Rp 225 triliun. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kualitas demokrasi tidak semata bergantung pada dana, melainkan pada manusia yang mengelola prosesnya.

“Investasi besar tidak akan bermakna tanpa manusia yang tepat untuk mengelolanya. People is key dalam menjaga kualitas demokrasi.”
Koeshartanto, KTalents Asia

Dari sini, arah penguatan SDM menjadi semakin jelas. Koeshartanto menekankan kerangka 10:20:70: hanya 10% pembelajaran lahir dari pelatihan formal, 20% dari mentoring, dan 70% dari pengalaman nyata di lapangan. Model ini menegaskan bahwa kapasitas pengawas tidak cukup dibentuk di kelas, melainkan harus ditempa dalam dinamika lapangan.

“Pembelajaran paling kuat lahir dari pengalaman. Kerangka 10:20:70 menegaskan bahwa SDM pengawas tumbuh bukan hanya dari kelas, tetapi dari lapangan.”

Lebih jauh, ia menyoroti pentingnya sikap mental. Optimisme, menurutnya, adalah sumber energi bagi kreativitas. Tanpa optimisme, pengawas akan mudah jatuh pada sikap pasif di tengah kompleksitas tantangan pemilu.

“Optimisme adalah energi lahirnya kreativitas. Pesimisme dan apatisme hanya melahirkan kebuntuan, sementara keyakinan membuka jalan bagi solusi.”

Namun kreativitas tidak cukup berdiri sendiri. SDM pengawas harus mampu beradaptasi (adapt) dengan situasi yang berubah cepat, sekaligus mengadopsi (adopt) teknologi dan praktik baru untuk memperkuat kualitas kerja. Kombinasi adapt dan adopt inilah yang membuat pengawas tidak sekadar bertahan, tetapi berkembang di tengah era digital.

Forum ini juga menekankan derasnya arus informasi di media sosial yang menuntut kapasitas digital lebih kuat serta seleksi SDM yang lebih ketat.

Sebagai penutup, dawuh KH. Maimoen Zubair kembali relevan:

“Minterno wong bener kuwi luwih gampang tinimbang mbenerake wong pinter.”

Pesan ini menyempurnakan gagasan KTalents Asia—bahwa inti pengawasan pemilu bukan hanya kepintaran, tetapi keberanian untuk tetap berada di jalan yang benar.