Dampak Budaya Perusahaan terhadap Employee Experience dan Customer Experience di Indonesia

Banyak perusahaan di Indonesia berinvestasi besar-besaran untuk memperbaiki layanan pelanggan. Ada yang membangun aplikasi baru, menambah channel layanan, atau memasang teknologi canggih. Semua itu penting. Tapi ada satu hal yang sering terlupakan: karyawanlah yang akhirnya membuat semua itu hidup.

Dan di Indonesia, data terbaru menunjukkan bahwa hanya 27% karyawan yang benar-benar engaged. Artinya, hanya seperempat tenaga kerja yang bekerja dengan hati, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Sisanya? Hadir, tetapi tidak sepenuhnya tersambung dengan tujuan perusahaan.

Di sinilah budaya perusahaan memainkan peran yang sangat besar.

Budaya yang Baik = Pengalaman Kerja yang Baik = Pengalaman Pelanggan yang Lebih Baik

Budaya bukan poster di dinding. Ia adalah “rasa” ketika orang bekerja.
Budaya yang positif menciptakan tiga hal penting:

  1. Karyawan merasa dihargai  (mereka melayani pelanggan dengan lebih empatik)
  2. Kolaborasi lebih cair  (proses internal lebih cepat, pelanggan tidak dipingpong)
  3. Energi kerja lebih sehat  (kualitas layanan lebih konsisten)

Tidak heran banyak riset global menyimpulkan hal yang sama:
Perusahaan dengan budaya kuat hampir selalu punya CX yang lebih unggul.

Apa yang Sebenarnya Terjadi di Perusahaan Indonesia?

Dari wawancara, diskusi, dan tren yang muncul, pola ini terlihat jelas:

  • Silo masih kuat (unit bekerja sendiri-sendiri)
  • Atasan sibuk operasional  (coaching dan support masih minim)
  • Tujuan perusahaan kurang “terasa” di level karyawan
  • Budaya belum meresap ke perilaku
  • Engagement tidak diukur secara konsisten

Akibatnya sederhana:
Kalau EX belum kuat, CX sulit menjadi luar biasa.

Apa yang Bisa Dipelajari?

Infografik menunjukkan bahwa hanya 27% karyawan Indonesia engaged.
Ini bukan angka yang buruk, tapi juga bukan angka yang membuat kita puas.

Yang menarik adalah:
Angka ini cukup stabil bertahun-tahun. Artinya, engagement di Indonesia tidak naik secara signifikan meskipun banyak perusahaan mulai bicara soal budaya dan customer experience. Ini memberi pesan penting:
Transformasi EX–CX harus dimulai dari budaya, bukan sekadar tools dan program.

Lalu Apa yang Bisa Dilakukan?

  1. Bangun budaya yang punya “rasa”

Karyawan harus bisa merasakan budaya itu di perilaku atasan, bukan hanya membaca di handbook.

  • Jadikan EX bagian dari strategi bisnis, bukan program tahunan

EX yang baik itu bukan event. Ia pengalaman sehari-hari.

  • Bantu manajer menjadi people leader

Manajer adalah mata rantai terpenting EX.
Jika mereka berubah, EX berubah. Jika EX berubah, CX akan ikut berubah.

  • Satukan EX dan CX dalam satu peta perjalanan

Kalau customer journey sudah ada, buat juga employee journey.
Kemudian lihat titik pertemuannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *