
Golden Season: Menata Ulang Hidup Setelah Pensiun, Bukan Sekadar Berhenti Bekerja
Jakarta – PT Wijaya Karya (Persero) Tbk terus menegaskan komitmennya dalam membentuk insan unggul yang tidak hanya berkinerja tinggi saat bertugas, namun juga siap menghadapi babak kehidupan selanjutnya dengan ketenangan dan arah yang baru. Dalam rangkaian program pendampingan Masa Persiapan Pensiun (MPP), WIKA menyelenggarakan kegiatan pembekalan yang menyentuh aspek psikologis, reflektif, dan transformasional—bukan sekadar administratif.
Program ini dirancang untuk membekali para pegawai yang akan segera mengakhiri masa tugas formal, agar mereka mampu menjalani transisi ke masa purnabakti dengan kesiapan mental, emosional, dan spiritual. Kegiatan dilaksanakan dalam berbagai sesi pembelajaran, baik secara langsung di Wikasatrian, Puncak Bogor, maupun melalui platform daring.
Sesi ini didorong dan diperkaya oleh insight Koeshartanto Koeswiranto—tokoh transformasi SDM yang tak hanya membagikan materi, tetapi juga menghadirkan perspektif hidup yang dalam dan autentik. Pengalaman panjangnya di berbagai organisasi menjadikan setiap gagasan terasa membumi dan relevan dengan realitas peserta.
Pensiun Bukan Akhir Peran, Tapi Awal Kehidupan yang Lebih Personal
Dalam sesi bertema Living Your Golden Season dan Embracing the Golden Shift, peserta diajak menggeser cara pandang terhadap masa pensiun. “Retire is not expire,” menjadi pesan kunci bahwa pensiun bukanlah fase penurunan, melainkan titik tolak untuk berkarya dan bertumbuh secara otentik—tanpa batasan jabatan atau struktur organisasi. Materi yang disampaikan tidak hanya berupa teori, tetapi juga ajakan untuk menyusun ulang narasi hidup. Peserta diberi ruang untuk memahami bahwa warisan terbaik tidak selalu dalam bentuk aset, tapi dalam bentuk pengaruh dan nilai yang tertanam di lingkungan sekitar.

Menggali Makna, Menyusun Arah Baru
Peserta juga diajak merefleksikan kembali pertanyaan-pertanyaan penting yang selama ini mungkin terabaikan oleh kesibukan: Apa tujuan hidup saya? dan Apa yang selama ini saya cari?
Melalui latihan ini, peserta didorong untuk menyusun arah hidup yang lebih jernih, sekaligus memperkuat motivasi internal untuk menjalani masa purnabakti dengan semangat dan arah yang baru.
Rangkaian kegiatan ini juga menekankan pentingnya transisi yang sehat—dengan kesadaran, bukan keterpaksaan. Bahwa hidup pasca-pensiun bisa tetap penuh makna bila dilandasi oleh nilai yang kuat dan orientasi yang jelas.
Merespons Transisi Psikologis dengan Strategi Nyata
Berbagai tantangan psikologis seperti hilangnya peran, berkurangnya otoritas, hingga rasa kehilangan makna menjadi fokus dalam pembahasan sesi bertema Embracing the Golden Shift. Koeshartanto memetakan lima fase umum yang dialami individu dalam proses pensiun, yang kerap luput disadari:
- Pre-Retirement
Masa menjelang pensiun ketika seseorang mulai menyadari bahwa masa kerja akan segera berakhir. Muncul pertanyaan eksistensial, kecemasan, dan keinginan untuk bersiap—walau kadang ditunda-tunda. - Honeymoon
Fase awal setelah pensiun yang terasa menyenangkan—bebas dari tekanan pekerjaan, lebih banyak waktu luang, dan mungkin menikmati euforia sesaat. - Disenchantment
Setelah beberapa waktu, muncul perasaan jenuh, kehilangan arah, atau bahkan kekecewaan karena realita tidak seindah yang dibayangkan. Rasa kehilangan struktur, status, dan peran mulai terasa. - Reorientation
Fase penataan ulang, saat individu mulai menyusun kembali tujuan, aktivitas, dan rutinitas. Di sinilah refleksi mendalam mulai membawa pada penyesuaian yang lebih realistis dan bermakna. - Stability
Fase ketika seseorang telah menemukan ritme hidup baru yang stabil dan selaras dengan nilai-nilai personal. Aktivitas dijalani dengan damai, penuh makna, dan kontribusi nyata.
Melalui pengenalan lima fase ini, peserta diajak tidak sekadar memahami teori, tetapi juga mengenali posisi mereka saat ini, sekaligus menyiapkan strategi adaptasi yang lebih terencana dan sehat secara emosional.
Ikigai: Menemukan Ulang Alasan untuk Bangun Setiap Pagi
Salah satu pendekatan utama dalam program ini adalah filosofi ikigai dari Jepang—sebuah panduan untuk menyelaraskan passion, kompetensi, kontribusi sosial, dan nilai yang bisa memberi kepuasan. Peserta belajar memetakan hal-hal yang mereka cintai dan kuasai, serta bagaimana itu bisa berguna dan memberi nilai dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan pendekatan ini, pensiun bukan dilihat sebagai ruang kosong, tapi sebagai panggung baru untuk menyalurkan potensi dan menghidupi nilai hidup yang sesungguhnya.
Menjadi Pribadi yang Tetap Tumbuh dan Berdampak
Di akhir rangkaian, satu pesan utama terus digaungkan: pensiun bukan berarti usai. Ini adalah waktu untuk menabur makna, menata ulang arah hidup, dan tetap berdampak dalam lingkup yang lebih luas—baik sebagai orang tua, warga komunitas, penggerak sosial, maupun pelaku kehidupan yang tetap berdaya. WIKA membuktikan bahwa pendekatan humanistik dalam program MPP bukan hanya menjawab kebutuhan individu, tetapi juga membentuk kultur perusahaan yang peduli pada setiap fase kehidupan insan-insannya. Dengan menyiapkan pegawai untuk menghadapi musim emas kehidupan secara utuh dan reflektif, WIKA meneguhkan diri sebagai perusahaan yang memandang manusia lebih dari sekadar pekerja—tetapi sebagai pribadi yang terus tumbuh dan memberi arti.